UU
PERLINDUNGAN KONSUMEN
DAN
DAMPAKNTA KEFADA PELAYANAN RUMAH SAKIT
dr.
A.W.Budiarso - Persi Pusat
1. Hak Dan Kewajiban Konsumen/Penderita
Semua hak dan kewajiban
konsumen yang tercantum, pada UU No. 8
Tahun 1999 akan
merupakan pula hak dan kewajiban
penderita selaku
konsumen pada sebuah
rumah sakit. Ada 9 hak yang secara tegas tercantum
dalam UU Perlindungan
konsumen tersebut. Dan hak tersebut, maka banyak
hal telah tercakup
dalam beberapa ketentuan dan peraturan yang dikeluarkan
oleh Dep. Kes. RI.
Beberapa hal misalkan:
a. Upaya akreditasi
rumah sakit bertujuan agar mutu layanan rumah sakit
lebih baik dan
menunjang kenyamanan dan keselamatan penderita.
b. Hak penderita untuk
mendapatkan “second opnion”, bila merasa
bahwa
pelayanan seorang
dokter tidak/kurang meyakinkan kalau perlu pindah
rumah sakit. Penderita
berhak untuk mendapatkan catatan pengobatan di
rumah sakit lama.
c. Adanya “informed
consent”, penderita berhak mendapatkan penjelasan
yang lengkap sebelum
dilakukan tindakan tertentu. Penderitapun berhak
menolak bila tidak
menyetujui rencana tindakan yang akan dilaksanakan
dokter dan rumah sakit
terhadapnya. Bila ada penolakan tersebut, segala
akibat tidak
dilakukannya tindakan tersebut menjadi
tanggung jawab
peniderita.
d. Adanya MKEK (
Majelis Kode Etik Kedokteran ), bertujuan untuk melindungi
penderita dari
kemungkinan mal praktek seorang dokter di rumah sekit.
e. Pencatuman hak
penderita mengharuskan Rumab Sakit harus
meningkatkan pelayanan
sehingga penderita merasa diperlakukan dengan
baik, tidak
diskriminatif, jujur, adanya kenyamanan dalam memperoleb layanan dan lain-lain.
Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen, rumah
sakit akan meningkatkan
faktor-faktor pelayanan tersebut, satu hal yang
dirasakan sangat kurang
bila dibandingkan rumah sakit diluar negeri.
f. Dalam menghadapi tuntutan kompensasi, ganti
rugi oleh penderita, dengan
adanya UU ini perlu
diwaspadai pemanfaatan oleh pihak ke 3. Walaupun
tuntutan ganti rugi
atas kesalahan atau kekurangan, pelayanan rumah
sakit/dokter terhadap
seorang penderita, dapat menyebakan rumah
sakit/dokter lebih
berhati-hati dalam melaksanakan pelayanan kegiatan
pelayanan, dan ini akan
menyebakan peningkatan biaya yang akhirnya
akan dipikul penderita
secara keseluruhan. Hal ini dapat terjadi karena
baik rumah sakit maupun
dokter akan bekerja sama dengan asuransi guna
melindungi dirinya,
karena tuntutan bisa sangat besar dan tak akan
terpikul oleh dokter
maupun rumah sakit.
2.. Kewajiban
konsumen/penderita
Mengenai kewajiban
penderita dalam hubungan antara dokter umah
sakit dengan penderita,
akan sangat mendukung pelaksanaankegiatan rumah
sakit maupun dokter.
a. Kepatuhan penderita
akan prosedur dan tatacara pengobatan akan
mendukung kesembuhan.
b. Disamping itu adanya
pihutang yang tidak terbayar dan umumnya lebih
banyak menimpa rumah
sakit golongan IPSM yaitu rumah sakit yang
biasanya melayani
golongan menengah kebawa diharapkan akan
berkurang sehubungan
dengan adanya penekanan bahwa penderita akan
membayar sesuai dengan
tarif yang telah disepakati.
3. Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha/Rumah Sakit
A. Hak pelaku
usaha/rumah sakit
a. Hak menerima
pembayaran atas tarif yang sudah disepakati akan
sangat mengurangi
pihutang yang tidak terbayar. Hal ini juga akan
mencegah penderita
menggunakan kelas perawatan yang diluar
kesanggupan untuk
membayar.
b. Dalam menghadapi
penderita yang kurang beritikad baik, rumah
sakit akan melakukan
kerja sama dengan asuransi. Ini perlu
diwaspadai agar
ujung-ujungnya tidak merugikan penderita.
c MKEK akan melindungi
penderita sekaligus juga melindungi
dokter/rumah sakit bila
tidak bersalah. Adanya peradilan profesi
yang sedang diprakasai
oleh MKEK/IDI untuk mewujudkannya,
akan sangat melindungi
kedua belah pihak baik penderita maupun
dokter/rumah sakit.
Hanya perlu diwaspadai agar kegiatan ini tidak
menjadi pos biaya baru
bagi rumah sakit.
B. Kewajiban pelaku
usaha
a. Pada umumnya semua
kewajiban telah diatur dalam ketentuan
Menteri Kesehatan
maupun Dir. Jan. Yanmed seperti adanya
ketentuan hak dan
kewajiban rumah sakit, penderita dan pemulik
rumah sakit, “informed Consent”, ketentuan akreditasi
rumeh
sakit dan lain-lain.
b. Kewajiban agar
memberi kesempatan konsumen/penderita untuk
menguji atau mencoba
barang/jasa layanan rumah sakit sulit untuk dilaksanakan. Hal ini mungkin sudah
tercakup dalam
ketentuan “informed
Consent” dalam hal ini penderita menyatakan
persetujuan atau
menolak tindakan yang akan dilaksanakan
kepadanya setelah
penderita mendapat penjelasan yang lengkap
tentang untung dan
ruginya serta risiko tindakan yang akan
dilaksanakan
terhadapnya. Dengan adanya UU ini dokter/rumah
sakit akan lebih
ber-hati-hati dan ber-sungguh
melaksanakan
“informed Consent”.
c. Pemberian kompensasi
dalam bidang perumah-sakitan sangat sulit
untuk diukur besarnya.
Hal ml, akan memaksa rumah sakit atau
dokter untuk bekerja
sama dengan asuransi sehingga akhirnya
akan membebani
penderita sendiri secara keseluruhan.
d. Disamping itu
tidaklah mungkin dokter/rumah sakit menjamin
tentang hasil/upaya
yang dilakukan terhadap seorang penderita
walaupun secara teori
kedokteran sesuatu tindakan itu walaupun
tepat pelaksanaannya
hasilnya tidak dapat diramalkan. Maka
pelaksanaan “informed
Consent” yang benar sudah merupakan
cerminan hak penderita
untuk menooba layanan rumah
sakit/dokter sebe
lumnya.
4. Perbuatan Yang
Dilarang Bagi Pelaku Usaha/rumah sakit
a. Dalam pelarangan
terhadap pelaku usaha/rumah sakit yang tercantum
pada BAB IV pasal 8
pada umumnya telah tercakup oleh KEP. Men. Kes
dan 5K. Dir. Jen.
Yanmed. Dengan berlakunya UU NO. 8 Th. 1999
tentang perlindungan
konsumen, maka pelaksanaan ketentuan ini lebih
diperkuat, sehingga
terasa positif di lapangan. b. Dalam masalahnya promosi rumah sakit/dokter,
selalu akan terkait
dengan etika rumah
sakit maupun etika kedokteran. Dilain
pihak
konsumen/penderita
memang sangat memerlukan informasi yang
benar tentang produk
jasa layanan kesehatan yang ditawarkan rumah
sakit/dokter. PERSI
merasakan bahwa sebagai institusi yang
menghasilkan produk
jasa layanan kesehatan dan akan dibutuhkan
oleh
konsumen/penderita, pada dasarnya kegiatan promosi wajib
dilaksanakan. Sehingga
mengacu kepada etika yang ada, kebutuhan
konsumen dan
keterbatasan biaya yang dimiliki rumah sakit, kegiatan
promosi. iklan dan
lain-lain oleh rumah sakit harus memperhatikan:
1) Promosi/iklan harus
murni bersifat informatif.
2) Promosi/iklan tidak
bersifat komparatif artinya
membandingkan
dengan institusi rumah
sakit/ dokter lain dan mengisyaratkan
bahwa dirinyalah yang
terbaik dan yang lain jelek.
3) Promosi/iklan harus
berpijak pada dasar kebenaran.
4) Promosi/iklan tidak
berlebihan.
Dengan memperhatikan
hal tersebut maka kegiatan promosi,
iklan dan kegiatan lain
dalam rangka memperkenalkan produk rumah
sakit/dokter tidak
dianggap melanggar etik.
c. Kegiatan promosi bentuk lain seperti “sales promotion”, pelayanan
obral, dan tawaran lain
dalam bentuk hadiah sebaiknya dilarang untuk
rumah sakit/dokter,
karena untuk melanggar ketentuan yang 4 buah
diatas sangat besar
kemungkinannya. Kesimpulan
Dan pembahasan diatas
dapat disimpulkan bahwa:
a. Pada dasarnya semua
hak dan kewajiban baik untuk konsumen/penderita,
maupun rumah
sakit/dokter telah tercakup dalam
ketentuan yang
dikeluarkan Dep. Kes. RI.
Dengan dikeluarkannya, UU No. 8 Th. 1999
tentang Perlindungan
Konsumen, maka ketentuan-ketentuan tersebut
diperkuat sehingga
berpengaruh positif pada hubungan antara penderita,
rumah sakit/dokter dan
pemilik rumah sakit.
b. Perlu diwaspadai
tentang hak yang berkaitan dengan tuntutan
kompensasi/ganti rugi
terhadap layanan yang dirasakan tidak sesuai dan
ketentuan yang ada.
Perlu adanya pengawasan agar adanya upaya pihak
ke 3 yang berlebihan,
ujung-ujungnya akan merugikan
konsumen/penderita
sendiri karena akan meningkatkan biaya pelayarian
kesehatan secara umuin.
Peran MKEK perlu ditingkatkan. Prakarsa adanya
peradilan profesi
merupakan langkah strtegis dalam menangani
perselisihan antara
rumeh sakit/dokter dengan penderita. Tetapi perlu pula
diwaspadai adanya
keterlibatan pihak ke 3 yang terlampau dalam.
c. Kegiatan promosi,
iklan dan kegiatan lain yang bertujuan mengenalkan
produk jasa rumah
sakit/dokter maupun keahlian dokter itu sendiri pada
dasarnya perlu
dilaksanakan guna memenuhi kebutuhan konsumen. Perlu
diperhatikan usul.
FERSI tentang 4 hal berkaitan dengan
pelaksanaan
kegiatan tersebut oleh
rumah sakit/dokter.
d. Dalam promosi/iklan
oleh rumah sakit/dokter yang bersifat seperti “sales
promotion”, penjualan
obral dan lain-lain sebaiknya dilarang karena
mempunyai potensi
melanggar usul PERSI tersebut diatas sehingga akan melanggar etika kedokteran
dan etika rumah sakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar